Oleh RZ Hakim
Kata orang, Jember adalah kota tembakau sebab lambang daerah kota ini ada berbau tembakau. Benarkah Jember kota tembakau? Mari kita lacak dari lambang kota Jember.
LAMBANG DAERAH KOTA JEMBER
Jika menengok kembali buku DPRD --Dalam Perkembangan Kabupaten Jember-- Bagian Satu, sampai dengan tahun 1968 kabupaten Jember belum memiliki logo atau lambang daerah. Padahal ia dibutuhkan untuk identitas kedaerahan. Oleh sebab itu, melalui sidang Pleno DPRD Gotong Royong tanggal 23 Oktober 1968 dibuatlah tim lomba penentuan lambang daerah bersama-sama eksekutif, diketuai oleh FX Ibnu.
Lomba tersebut berhasil menjaring logo garapan salah satu peserta, yaitu Bapak Iskak Effendy --seorang guru SPG Negeri Jember. Hasil ciptaannya tidak segera dijadikan lambang, melainkan masih ada tahap penyempurnaan hingga menjadi seperti sekarang ini.
Ketika lambang tersebut dikirimkan ke Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan dari Departemen Dalam Negeri, ia tidak segera disetujui. Masih melalui tahap birokrasi. Namun, pada akhirnya, Jember sukses memiliki lambang daerah.
Apa arti tembakau dalam lambang kota Jember?
Jadi, selain dikenal sebagai gudang pangan, Jember juga dikenal sebagai daerah penghasil komoditi tembakau, setidaknya sejak masa George Birnie dan rekan-rekannya sesama pengusaha ketika mereka mendirikan usaha NV. LMOD pada akhir 1859.
Dalam lambang tersebut juga terdapat sesanti CARYA DHARMA PRAJA MUKTI, mempunyai arti berkarya dan mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.
LAHBAKO
Bagaimana dengan tari lahbako, bukankah itu menggambarkan tentang proses penanaman sampai pengolahan tembakau di Jember serta menjadi ciri khas kota Jember?
Jadi begini ceritanya. Ketika Jember dipimpin oleh Bupati Suryadi Setiawan (1984-1989), ia masihlah sebuah kota kabupaten yang tidak memiliki tarian khas untuk daerahnya sendiri. Maka dari itu, sebagai pengambil kebijakan, Suryadi Setiawan --melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jember-- berinisiatif untuk berperan aktif mewujudkan keberadaan tari-tarian khas daerah Jember yang kelak dikenal bernama tari LAHBAKO.
Setelah melalui pertimbangan dan persiapan yang matang, maka diputuskan untuk menggambarkan penanaman tembakau itu menjadi sebuah tarian. Lalu ditunjuklah Bapak Prajitno beserta Istri --Ibu Prajitno, pasangan seniman Jember yang rumahnya ada di Patrang, serta Bapak Sali (Kasi Kebudayaan Depdikbud Jember) untuk merencanakan dan merealisasikan gagasan tersebut. Oleh karena pernah menjadi anggota di Padepokan Bagong Kusudiharjo di Jogja, maka Ibu Prajitno berinisiatif untuk menghubungi beliau, untuk mewujudkan tarian yang diinginkan.
Kelak, di setiap catatan tertulis jika tari lahbako diciptakan sepenuhnya oleh Bagong Kusudiharjo, nyaris tak ada nama Bapak dan Ibu Prajitno, serta Bapak Sali.
Dalam buku Perkembangan Kabupaten Jember yang dikeluarkan oleh DPRD, tertulis begini. "Untuk kepentingan penciptaan tari tersebut, Bagong Kusudiharjo bahkan tinggal di Jember selama 10 hari untuk bisa memahami benar kehidupan petani tembakau dan proses penanaman tembakau." Jadi, posisi pasangan Prajitno hanya sebagai pengantar dan pemandu Bagong Kusudiharjo saja, dalam waktu yang sependek itu.
Di akhir masa jabatan Suryadi Setiawan, 1989, tari lahbako sangat sering dipentaskan di berbagai kesempatan. Tidak berhenti sampai di sana, Bupati setelahnya, yaitu Kol. Inf Priyanto Wibowo, ia juga kerap sekali mempromosikan tari lahbako.
Nasib serupa juga dialami oleh slogan Jember Terbina --Tertib, Bersih, Indah, Aman-- yang juga tumbuh subur di masa jabatan Bupati Priyanto Wibowo, 1989-1994. Di rentang waktu tersebut, motto Jember Terbina mudah dijumpai di kampung-kampung, gapura perumahan, di spanduk sebuah stan pameran, di acara-acara PKK, dan lain sebagainya. Jember Terbina! Ia terkenal dimana-mana, meski sama sekali tak mengandung unsur tembakau.
Seperti itulah gambaran singkat tentang LAHBAKO, sebuah tarian yang disebut-sebut sebagai tarian khas tradisional Jember, namun jauh dari pelukan masyarakat itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar