Oleh RZ Hakim
KRISNA KURNIAWAN. Namanya sudah saya dengar pada akhir bulan Maret 2015, satu bulan sebelum saya dan Hana memutuskan untuk kontrak rumah di Kalisat. Saat itu kami diantarkan oleh Mas Mustafa ke rumah Pakde Sugeng Sugiarto, untuk mendengar dongeng tentang Kalisat tempo dulu. Di waktu itulah kami dengar selentingan dari Mas Mustafa, "Sebenarnya lebih enak menjumpai Krisna, mungkin dia tahu tentang silsilah keluarga, dimulai dari Kakeknya dari pihak Bapak."
Di waktu yang lain, tepatnya pada 4 April 2015, ada kabar baik dari Mas Bajil. Ia bilang jika baru saja memotret ulang selembar foto keluarga Karjodimoeljo --Kakek Krisna Kurniawan-- atas izin ahli waris. Hari itu juga saya menunggangi motor dari Patrang ke Kalisat.
Kabar lain yang cukup mencengangkan, bahwa keluarga Krisna Kurniawan masih menyimpan selembar foto keluarga dengan latar belakang seekor harimau jawa yang ada di dalam kandang kerangkeng. Ia semakin membuat saya penasaran. Kata Frans Sandi, "Biasanya Mas Sap sering mampir ke Kedai." Orang yang Frans maksud adalah kakak kandung Krisna Kurniawan. Namun hingga saya memutuskan untuk kontrak rumah --pada 20 April 2015-- saya belum mengenal Krisna Kurniawan maupun kakak kandungnya.
Hari berlalu. Memasuki bulan keenam masa kontrak rumah, barulah kami berjumpa.
Saat itu malam hari, 8 Oktober 2015. Kami baru pulang dari Lombok, dalam rangka mengikuti acara Jelajah Negeri Tembakau. Di rumah kontrakan kami telah ada Fanggi dan Mas Bajil. Mereka sibuk sekali membuat kostum, sayap-sayap, dan pernik-pernik lainnya. Maklum, Agustus hingga Oktober adalah musim karnaval. Ketika ada rombongan orang-orang menuju rumah kontrakan kami, saya kira mereka sedang ada perlu dengan Mas Bajil. Jadi, saya lanjutkan nongkrong di teras rumah tetangga sebelah, bersama Mas Supri selaku tuan rumah, Pak Adi Wiyono, dan Mas Mustapa. Kami bahkan mengabadikannya dalam sebuah foto meskipun hasilnya tidak maksimal.
Sepulang dari Lombok, 8 Oktober 2015
Sekitar dua puluh menit kemudian, Mas Bajil keluar dan bilang pada saya, "Mas, ini ditunggu sama teman-teman." Barulah saya sadar, ternyata mereka bukan ada perlu ke Mas Bajil, melainkan ke saya.
Mas Krisna tidak datang sendirian, melainkan berempat. Tiga lainnya adalah Mas Roni, Mas Imron Rosidi, serta Mas Imam. Tentu saya senang bisa berkenalan dengan mereka, terlebih Mas Krisna. Namanya telah saya kenal jauh-jauh hari sebelumnya. Di perjumpaan pertama tersebut, kami banyak berdiskusi segala hal mengenai Kalisat. Perihal catatan di blog ini, ada beberapa poin koreksi dari Mas Krisna. Syukurlah.
Krisna Kurniawan adalah bungsu dari tujuh bersaudara, dari pasangan (Almarhum) Madiroso (ejaan di KTP Mardiroso, kelahiran 1923) dan Dwi Setiati (1942). Ibunya --Dwi Setiati-- adalah seorang perempuan anggun asal Mojoagung. Pertama kali berjumpa, beliau dalam keadaan sakit. Tujuh belas hari kemudian, ketika saya dan istri sedang ada di Surabaya, ada kabar dari Mas Imron Rosidi bahwa Ibunda Mas Krisna meninggal dunia. Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun.
Hari-hari selanjutnya, kami kerap ngopi bersama sambil mendiskusikan hal-hal ringan yang berhubungan dengan Kalisat. Di luar bidang sejarah dan dinamika sosial, Mas Krisna dan teman-temannya menyukai musik. Menyenangkan ketika menikmati saat mereka bikin konser mini di dapur rumah Mas Krisna.
Tentu bahagia sebab bertambah lagi saudara saya di Jember Utara. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar