Oleh RZ Hakim
Dokumentasi milik Garasiopa
Saya menjumpai secuil kisah tentang Jack Lesmana di sebuah catatan yang menceritakan tentang seorang pencipta lagu bernama R. Soetedja Purwodibroto. Catatan lain mengeja namanya dengan ejaan Sutedja, atau Sutedjo. Dalam catatan berikut, saya akan menggunakan catatan Sutedjo, seperti ilustrasi gambar di atas.
Diceritakan oleh Sugeng Wijono, bahwa serampung SMA Negeri Purwokerto pada tahun 1960, ia melanjutkan studi di Jakarta. Di sana Sugeng Wijono in de kost di rumah kakak kandung Ibunya di Kepu Dalam, tak jauh dari Kemayoran. Kakak kandung Ibunya itu tak lain adalah Sutedjo, lelaki kelahiran Purwokerto, 15 Oktober 1909, putra dari Asisten Werdana di Kebumen Baturaden, Banyumas.
Berikut suasana yang dikenang oleh Sugeng Wijono selama tinggal di kediaman Sutedjo.
"Semasa saya menjalani liburan SMA di rumah Pak De saya --Sutedjo-- di Jakarta, masih terekam jelas di benak saya, rumah beliau menjadi markas seniman Senen yang pada waktu itu masih junior. Di antaranya, pelukis Soedjojono, pemusik Syaiful Bahri, Bing Slamet yang pada waktu itu masih remaja, penyanyi seriosa Pranajaya, penyanyi Sam Saimun, si Gembala Sapi Norma Sanger, pemilik perusahaan rekaman piringan hitam Mas Yos, gitaris jazz Jack Lamers yang di kemudian hari lebih dikenal dengan nama Jack Lesmana dan ayahanda pemusik jazz Indra Lesmana, Mang Udel alias Drs. Purnomo yang ke mana-mana selalu membawa ukulele, dan masih banyak lagi seniman Senen yang berkumpul setiap malam Minggu."
Pada tahun 1957, Sutedjo berkapasitas sebagai pimpinan korp musik Angkatan Udara yang selalu mengisi acara musik pada event resepsi kenegaraan. Sebelumnya, Sutedjo dikenal sebagai pendiri Orkes Studio Jakarta, yang merupakan orkes simphony pertama di Indonesia.
Lagu hasil gubahan Sutedjo cukup banyak. Namun sebagian besar repertoir karya beliau yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah, karena dilanda musibah kebakaran pada tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar.
"Beruntung, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lammers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Na'asnya, justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa," tulis Sugeng Wijono.
Als d'Orchide Bluijen, Ketika Anggrek Berbunga
Di antara lagu-lagu ciptaan Sutedjo yang populer di Eropa, salah satunya berjudul, Als d'Orchide Bluijen. Diterjemahkan menjadi, Ketika Anggrek Berbunga. Namun kini di banyak orang lebih mengerti jika lagu itu berjudul Bunga Anggrek. Lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika beliau berjalan-jalan dengan pacar Noni Belandanya ke Pasar Lelang Bunga.
Konon, menurut penuturan keluarga Letkol Moch. Sroedji --pejuang Jember, ia adalah lagu kesukaan Moch. Sroedji.
Ada juga lagu lain dari Sutedjo yang banyak disukai. Judulnya, Waarom Huil Je tot Nona Manies. Mengapa Kau Menangis. Lagu ini diciptakan ketika beliau harus berpisah dengan pacarnya. Beliau harus pulang ke Indonesia karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik Roma Italia.
R. Soetedja Purwodibroto. Komponis legendaris putra Banyumas itu wafat pada usia yang ke 51 tahun pada tanggal 12 April 1960, dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta.
Mengenai album Mengenang Sutedjo, hanya tertulis sedikit keterangan saja. Sedangkan instrumen musik bisa dinikmati di sini.
Jack Lemmers (known as Jack Lesmana) and Suyoso Karsono (known as Mas Yos) made a jazz band in early 60s and made a record from Irama Record's Suyoso Karsono. They are from Indonesia. They made an album, "Mengenang Sutedjo."
Pertemanan Antara Jack Lesmana, Mang Udel, dan Njoto
Seperti yang telah diceritakan oleh Sugeng Wijono di atas, bahwa ketika ia liburan SMA ke rumah Pamannya --Sutedjo-- di Jakarta, Sugeng kerap menjumpai bahwa rumah Pamannya dijadikan markas oleh para seniman Senen, diantaranya Bing Slamet, Jack Lesmana, serta Mang Udel. Bagi saya ini menarik!
Mang Udel dilahirkan dengan nama Raden Panji Poernomo. Ia bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Raden Panji Tedjokoesoemo. Ayah Mang Udel ini adalah bekas Wedono di Kalisat, sebuah wilayah di kabupaten Jember, Jawa Timur. Sedangkan Jack Lesmana, ia menghabiskan masa kecil di Jember. Bisa jadi dulu mereka telah berteman sedari kecil, lalu ketika besar berjumpa lagi di Jakarta dan sama-sama menyukai bidang seni. Jika benar, ia serupa dengan pertemanan antara Jack Lesmana dan Njoto.
Dalam Catatan Julius Pour, halaman 448
NJOTO. Saat bersekolah di HIS, ia tinggal bersama kakek dan nenek dari pihak ibu di Kampung Tempean Gang Tiga, Jember. Kini di sekitaran Jalan Samanhudi, Pasar Tanjung Jember. Mulanya Njoto menikmati udara Bondowoso, kabupaten di sebelah Jember. Adiknya juga turut serta ke Jember, Sri Windarti namanya. Ayahnya --Raden Sosro-- ingin agar anak-anaknya bisa belajar di sekolah Belanda, yang dianggapnya jauh lebih teratur kurikulumnya, ketimbang sekolah rakyat untuk orang kebanyakan di Bondowoso, sekitar 30 kilometer utara Jember.
Setamat dari HIS, Njoto melanjutkan studinya di MULO Jember, namun tidak sampai selesai. Ketika Jepang masuk Jember, sekolah itu ditutup. Sejak saat itu ia melanjutkan studinya di Solo.
Njoto lebih tua tiga tahun dari Jack Lesmana. Jack sendiri dilahirkan pada 18 Oktober 1930. Masa kecilnya ia habiskan di jantung kota Jember, kini jalan Trunojoyo. Jaraknya tentu tak jauh dari kediaman kakek dan nenenk Njoto di Tempean. Dari sinilah pertemanan mereka dimulai. Kelak ketika berjumpa kembali di Jakarta, mereka sering berkumpul sambil bermain musik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar