CUMEDAK. Pernah dengar nama desa ini? Ia adalah sebuah desa yang letaknya paling Selatan di kecamatan Sumberjambe kabupaten Jember. Ketinggiannya kurang lebih 350 MDPL. Jaraknya lumayan jauh dari pusat kota, sekitar 35 Kilometer. Jika berangkat dari Kalisat menuju desa Cumedak, kita masih harus melintasi kecamatan Sukowono.
Sumberjambe tak dilewati kereta api. Ia juga bukan jalur antar kota. Letaknya yang terpencil membuat orang Jember kadang tak tahu dimana letak desa ini. Padahal dibanding desa lain di kecamatan Sumberjambe, Cumedak terbilang jauh lebih ramai, dan lebih mudah jangkauannya. Misalnya, jika kita bandingkan dengan desa Pringgondani, salah satu desa di kecamatan Sumberjambe, Jember.
Sedikit cerita tentang Pringgondani.
Masyarakat di sini percaya jika di masa yang lampau desanya digunakan sebagai tempat menempa diri para pendekar. Mereka juga bangga sebab nama desanya disebut-sebut dalam kisah pewayangan, meski di tempat lain --di negeri ini-- ada juga wilayah bernama Pringgondani.
"Pring itu artinya bambu, nggon adalah tempat atau wilayah, sedangkan dani adalah menempa diri. Jadi Pringgondani adalah sebuah wilayah yang ditumbuhi bambu, dijadikan sebagai sebaik-baik tempat untuk menempa diri."
Jika dilihat dari letaknya, sangat mendukung cerita rakyat di atas. Ia berdempetan dengan kabupaten Bondowoso, sedangkan di sebelah Timur terdapat Gunung Raung.
Cumedak juga punya cerita rakyat.
Dikisahkan secara tutur tinular, di masa yang lampau di desa ini tumbuh tanaman buah bernama Cempedak. Tak ada orang yang berani mencabutnya. Jangankan mencabut, mendekatinya saja maka orang itu akan mati. Maka tanaman itu tumbuh merdeka tanpa gangguan, hingga menjadi pohon yang besar sekali.
Suatu hari datanglah seorang lelaki tua. Tak diketahui siapa namanya dan darimana lelaki asing ini berasal. Lelaki inilah yang berinisiatif untuk menebang pohon cempedak tersebut, dengan tujuan agar penduduk desa tak lagi takut, dan tempat yang angker itu bisa menjadi lebih terang dan bermanfaat.
Ada dua versi yang tumbuh di masyarakat, tentang alat yang digunakan lelaki tua itu untuk merobohkan pohon tersebut. Pertama, ia menggunakan sebilah keris saja. Versi kedua, ia menebang pohon itu dengan menggunakan pecut cemeti.
Singkat cerita, pada akhirnya pohon itu berhasil ia tumbangkan. Orang-orang desa menaruh hormat pada lelaki tua itu.
Sang lelaki tua kemudian menetap di wilayah sekitar tumbangnya pohon cempedak. Suatu hari, ketika akan meninggal dunia, ia memberi pesan terakhir kepada orang-orang desa, agar mereka bersedia menamakan desanya dengan nama desa Cumedak. Masyarakat tentu bersedia. Hingga kini, nama desa tersebut masih belum berubah, masih bernama desa Cumedak.
Seperti itulah kurang lebihnya folklor atau cerita rakyat yang pernah kami dengar tentang desa Cumedak.
Di desa ini jugalah CV. Jawa Dwipa memulai prosesnya. Bertumbuh dan terus bertumbuh. Kami tak akan lelah untuk mencoba memberikan tawaran beras kualitas terbaik, dari lereng Gunung Raung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar