Tentu yang dimaksud oleh Gunawan adalah masa konfrontasi fisik antara pejuang Republik dengan pihak Belanda di era Agresi Militer, 1947-1949. Komentator pertama di pertanyaan itu adalah Lingga Ferdiansyah. Dia bilang jika lokasi jembatan yang dimaksud, berada tak jauh di belakang rumahnya.
"Ini sangat menarik. Kira-kira kita harus menemui siapa agar mengerti kisahnya?"
Gunawan menjawab seperti ini, "Mohon maaf Mas. Kata Bapak saya, generasi yang mengerti cerita itu sudah meninggal dunia. Jika menunjuk salah satu orang, takut mengarang cerita."
Ditambahkan oleh Lingga, "Kalau dulu saya didongengi itu sama Nenek, tapi sekrang ia juga telah meninggal dunia. Kata Nenek, keretanya jatuh karena relnya dicopot sama penduduk dan beberapa anggota tentara. Hal tersebut dilakukan karena penduduk merasa kesal dengan sikap Belanda yang semena-mena. Penduduk bergotomg royong melepas rel pada jembatan tersebut sehingga saat kereta --sepur klotok-- lewat, keretanya jatuh. Kira-kira tingginya 20 meter."
Jembatan kereta api di Sukoreno. Foto kiriman dari Lingga Ferdiansyah
Di akhir perbincangan, Gunawan masih menyempatkan untuk menambah data tentang peristiwa di jembatan Sukoreno. Barangkali ia bertanya kepada Bapaknya.
"Ada seorang pembela tanah air, namanya Pak Rawi. Kini ia telah meninggal dunia. Almarhum melepaskan bantalan rel kereta bersama rakyat, kemudian menunggu di sungai bersama orang-orang desa. Mereka berada tepat di bawah rel, dimana pasukan Belanda yang ingin menuju daerah kalisat menggunakan transportasi kereta api. Pak Rawi dan orang desa mempersenjatai diri mereka dengan menggunakan pelepah pinang dan bom nanas yang dicuri dari tentara Belanda. Pelepah pinang itu digunakan untuk mengecoh tntara Belanda. Cara kerja pelepah pinang; dipukulkan ke batu piring --batu hasil Gumuk-- sehingga menyerupai suara tembakan dari senapan. Kalau menurut cerita yang saya dengar seperti itu, semoga bisa dijadikan referensi. Untuk yang tau lebih banyak, mohon dikoreksi dan ditambahkan datanya."
Tidak ada catatan yang menyebutkan tanggal kejadian itu. Generasi kita hanya bisa memperkirakan tahun kejadian, antara 1947-1949, ketika Sukoreno masih dipinpin oleh seorang Kades bernama Kasbiran. Ia memimpin desa Sukoreno sejak 1941. Dulu sekali, nama desa Sukoreno adalah desa Gumuk Lengar.
Adapun Angkatan pada Djawatan Kereta Api di Djember tahun 1946, menurut Soeara Merdeka Edisi 12 Februari 1946, ia bernama R. Soehoed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar