Faustinus Guido Saphan, Jember
Jawa Pos Radar Jember Edisi 16 Maret 2015
Kari Kecingkul, Kalisat; Pemburu Sejarah Lokal Jember Utara dan Timur
BERHASIL TEMUKAN KISAH TOKOH YANG MBABAT DESA
Tidak banyak kumpulan anak muda Jember di kecamatan pinggiran yang fokus menelusuri budaya dan sejarah daerah sendiri. Di antara yang sedikit itu, komunitas Kari Kecingkul Kalisat, bisa menjadi contoh kepedulian anak muda pada sejarah dan budaya lokal, khususnya di kawasan Jember bagian Utara dan Timur.
Nama komunitas Kari Kecingkul Kalisat sebenarnya muncul begitu saja di rumah Ivan Arifianto, pemuda asal desa Ajung, Kalisat, pada 3 Juni 2014. Saat itu, sejumlah pemuda yang memiliki aktifitas beragam, mulai pencinta alam, PNS, pegawai negeri maupun swasta, mahasiswa, dan pelajar berkumpul membicarakan banyak hal dengan hidangan kopi dan gorengan.
Para pemuda sebelumnya sudah biasa berkumpul. Tidak hanya di rumah, tapi juga sering kumpul sambil minum kopi di warung. Setiap berkumpul, mereka selalu mendengar banyak cerita tentang budaya dan sejarah asal-usul daerah, termasuk pahlawan lokal atau orang yang terkait dengan budaya dan sejarah itu.
Dari situlah, kumpulan pemuda yang digawangi Taufik Dwi Septiarso dan Ivan Arifianto semakin tertarik mempelajari budaya dan sejarah lokal di wilayah Jember bagian Utara dan Timur. Setiap berkumpul, mereka selalu membicarakan soal budaya dan sejarah lokal di Jember Utara dan Timur.
"Saat kumpul malam hari di rumah saya pada 3 Juni 2014 itu, saya muncul ide nama Kari Kecingkul sebagai nama komunitas ini. Nama itu perpaduan bahasa Madura dan Using, yang artinya bukan kena sikut, tapi belajar bersama menelusuri budaya dan sejarah daerah dan rakyat di Jember dan Timur serta Jember umumnya," kata Opick, panggilan akrab Taufik Dwi Septiarso.
Sejak punya identitas diri bernama komunitas Kari Kecingkul, Opick, Ivan, dan Hadi, serta sejumlah pemuda Kalisat lainnya sering blusukan ke tempat-tempat bersejarah di desa-desa yang tersebar di wilayah Utara dan Timur, seperti Kalisat, Sukowono, Jelbuk, dan Sumberjambe. Dalam menjalankan aktifitasnya, mereka juga mengajak teman-temannya yang sebagian besar kalangan pemuda yang punya tujuan sama.
Setiap beraktifitas, komunitas Kari Kecingkul berjalan ramai-ramai seperti halnya kelompok pencinta alam. Mereka blusukan ke desa-desa terpencil mencari dan mengungkap budaya dan sejarah masa lalu yang berkaitan dengan desa itu. Baik itu kisah kepahlawanan, tempat bersejarah, maupun budaya adat istiadatnya. "Misalnya mengungkapkan kisah masa lalu suatu desa, mengenang tempat bersejarah seperti stasiun kereta api Sukowono, Ajung, dan Sukosari yang sekarang tinggal kenangan. Atau cerita rakyat terkait dengan desa dan kisah kepahlawanan melawan penjajah," kata Opick.
Dari blusukan yang dilakukan sekali dalam sebulan itu, komunitas Kari Kecingkul mampu mengungkap banyak kisah masa lalu terkait adanya sebuah desa, tempat-tempat bersejarah yang layak menjadi cagar budaya, tugu-tugu kepahlawanan, dan sosok pahlawan kemerdekaan yang berjasa besar pada bangsa Indonesia, tapi namanya belum dikenal warga Jember. "Seperti Mbah Genduk yang konon mbabat Kalisat; Pak Boerah, pahlawan kemerdekaan anak buah Letkol. Moch. Sroedji yang selama ini belum dikenal warga Jember. Padahal beliau mati dibakar penjajah Belanda di Kalisat," paparnya.
Selain itu, komunitas ini juga menemukan kisah orang yang mbabat desa Sumberjeruk, Ajung, dan Plalangan, Kalisat. "Serta sejumlah bangunan bersejarah, seperti sejumlah stasiun kereta api di Jember Utara dan Timur yang kondisinya sekarang sudah rusak," tambah Ivan Bajil, panggilan akrab Ivan Arifianto.
Dalam menelusuri budaya dan sejarah lokal itu, komunitas Kari Kecingkul juga melibatkan para pegiat budaya dan sejarah lokal Jember, seperti RZ Hakim. "Mas Bro-panggilan akrab RZ Hakim, ini sangat peduli dengan budaya dan sejarah di Jember. Makanya, kami melibatkan dia, terutama dalam mempublikasikan budaya dan sejarah lokal Jember Utara dan Timur yang kita telusuri," kata Ivan.
Publikasi yang dilakukan komunitas Kari Kecingkul bukan melaui media mainstream. Melainkan, mereka menceritakan semua kisah yang mereka temukan melalui media sosial atau blog lengkap dengan fotonya. "Dengan menyebarkanluaskan melalui media sosial dan blog, selama ini banyak tanggapan positif dari masyarakat. Bahkan, anak dari Letkol Moch. Sroedji memberi sumbangan uang kepada kami untuk mengecat tugu pahlawan Pak Boerah di Kalisat," ujar Ivan.
Selain blusukan, komunitas Kari Kecingkul juga aktif menggelar kegiatan diskusi tentang budaya dan sejarah serta napak tilas Letkol Moch. Sroedji. "Semua kegiatan itu kami lakukan di Ajung, Kalisat. Bahkan, akhir 2014, Kari Kecingkul mendapat kehormatan menggelar teatrikal kisah kepahlawanan letkol Moch. Sroedji di sebuah lapangan di Ajung yang dihadiri langsung dua anak dan cucu Letkol Moch. Sroedji," kata Ivan. (cl/har)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar