Oleh RZ Hakim
Kota Kalisat memiliki karakter Bhineka yang dipengaruhi oleh budaya Using, Jawa, Cina dan Madura. Ketika ada pesta tahunan GERTAK atau Gerak Jalan Tradisional Kalisat, aneka keberagaman itu ditampakkan dengan kostum para peserta.
Saat ini kita lebih mudah menjumpai karakter budaya Madura di Kalisat. Sebab sebagian besar masyarakatnya tumbuh dewasa dengan Ibu yang Berbahasa Madura.
Nuansa Madura
Sejarah telah mencatat, pada 155 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 21 Oktober 1859, ketika George Birnie (bersama Mr. C. Sandenberg Matthiesen dan van Gennep) mendirikan usaha NV. Landbouw Maatsccappij Oud Djember, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan. Tentu Birnie akan melirik Kota seperti Kalisat dan Sukowono, tempat dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Produk andalan perdana dari NV. LMOD adalah tembakau jenis Na Oogst.
Tentu Birnie dan rekan-rekannya membutuhkan tenaga kerja yang ulet. Berawal dari hasrat pemenuhan tenaga kerja di bidang perkebunan, didatangkan juga para bakal buruh dari Pulau Madura. Dari sini, dimulailah proses akulturasi di segala bidang, termasuk mengenai Bahasa.
Kalisat dekat sekali dengan Kabupaten Bondowoso. Untuk menuju ke sana, hanya tinggal melewati satu Kecamatan lagi yaitu Sukowono. Ketika itu status Kabupaten Jember masih sebagai salah satu distrik dari Regentschap Bondowoso. Hingga pada 1883 Jember mengalami perubahan status. Dari yang tadinya Distrik --bagian dari Bondowoso-- menjadi regentschap sendiri dan terpisah dari Bondowoso.
Dari sini dimulailah pembangunan infrastruktur di segala bidang, terutama pada pembukaan akses yang bisa menghubungkan Jember dengan daerah-daerah di sekitarnya. Selain akses jalan, infrastruktur dititikberatkan pada pembangunan irigasi modern. Kalisat - Sukowono masih menyisakan beberapa herritage tentang irigasi buatan Belanda.
Dalam GERTAK, Anda juga mudah menemukan sentuhan-sentuhan tradisi Pulau Dewata. Barangkali ini ada hubungannya dengan mereka warga Kalisat yang mencari penghasilan di sana, kemudian pulang dan membawa serta secuil adat istiadat dari Bali.
Nuansa Bali
Gerak Jalan Tradisional Kalisat kemarin --6 September 2014-- juga ditandai dengan gerbang finish di dekat Polsek Kalisat yang dihiasi dengan dua janur kiri kanan bermotif Bali.
Bagaimana dengan nuansa Jawa? Tentu saja ada dan banyak dijumpai di Gertak Fashion Carnival 2014.
Di Kalisat, corak Banyuwangian juga sesekali kita temui. Mereka tidak buta pada tradisi Janger maupun Gandrung. Kadang beberapa pemuda Kalisat bersenda gurau --dalam dialek Madura-- bahwa sayap-sayap JFC dimulai dari selendang gandrung, namun orang-orang malas untuk mengakuinya.
Nuansa Banyuwangi
Hingga pada tahun 1930, menurut catatan Memories van Overgave van den Residentie Besoeki 1931, komposisi penduduk Kalisat adalah seperti berikut ini;
Pribumi, 131.856
China, 957
Arab, 81
Eropa, 211
Total, 133.105
Kalisat adalah wilayah yang menarik. Ia ada di wilayah bagian Utara Kota Jember. Kini orang-orang lebih mengenal Kalisat yang bernuansa Madura. Namun sebelum era Birnie pada 155 tahun yang lalu, sesungguhnya Kalisat lebih dekat dengan karakter Using. Kini Using secara teritorial sudah dianggap hanya ada di Kabupaten Banyuwangi.
Bergoyang bersama lagu Using Banyuwangi-an
Di Kalisat, ketika ada salah satu warga yang sedang punya hajad, biasanya mereka akan menyewa sound system dan memperdengarkan lagu-lagu pada masyarakat di sekitarnya. Begitu pula dengan acara kolektif seperti Karnaval Umum dan GERTAK Fashion Carnival. Ia dipenuhi oleh sound dan lagu-lagu. Sering saya dengar, mereka memutar lagu-lagu Using serta lagu Banyuwangian yang sedang trend seperti yang didendangkan oleh Demi dan Suliyana.
Di mata saya, ini semacam kerinduan pada masa lalu. Sayang saya tidak pandai di bidang Semiotika, khususnya yang mempelajari bidang interteks.
Intertekstual adalah sebuah pendekatan untuk memahami sebuah teks sebagai sisipan dari teks-teks lain. Intertekstual juga dipahami sebagai proses untuk menghubungkan teks dari masa lampau dengan teks masa kini.
Kejadian yang terjadi sekarang, adalah kepingan mozaik yang pernah terjadi di masa lampau.
Manakala kita menyediakan waktu untuk menengok ke belakang, sesungguhnya inisiatif George Birnie untuk mendirikan usaha perkebunan di Jember hanyalah karena ia melihat bagaimana pintarnya warga lokal --Jember-- ketika mereka menanam, merajang, dan memperlakukan tembakau. Jadi, siapakah warga lokal yang dimaksud George Birnie?
*Foto-foto oleh Faisal Korep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar