Rabu, 22 Juli 2015

Kisah di Balik Tegel Stasiun Kalisat

Rabu, 22 Juli 2015
Oleh RZ Hakim

TEGEL stasiun Kalisat kini telah berganti keramik. Sebelumnya, dulu di sini terdapat tegel/ubin lantai warna kuning muda. Hanya tegel biasa saja. Orang-orang menyebutnya 'tehel tahu' sebab bentuknya seperti tahu. Bisalah dikatakan, empat tahu dalam satu tegel.

Cerita menjadi berbeda ketika pada 5 Oktober 2013 seorang teman dari Roodebrug Soerabaia, Ady Setyawan, ia berkisah tentang kunjungannya --bersama Marjolein-- di kediaman Joop Hueting di sebuah apartemen di Castricum. Di balik tegel kuning muda itu ada kisah yang tertinggal, tentang bagaimana seorang pejuang mempertahankan semangat juangnya. Anda bisa membacanya di artikel kari kecingkul di bawah ini.

Dari Catatan Ady Setyawan: Joop Hueting dan Kisah Yang Tertinggal di Stasiun Kalisat

Mulanya saya heran melihat sedikit teman di Kalisat begitu bersemangat memburu dan mengumpulkan tegel jenis ini. Atas bantuan Rast Idur, kini mereka memiliki 14 tegel untuk dikoleksi. Mereka menelusuri ubin yang dimaksud, dan mendapati tiga macam merek; Holland, DvK, dan FPABST. Lalu kami mengumpulkan data tentang pabrik tegel di Ceteco dan keramik Delft. Hingga akhirnya kami menjumpai data jika tegel ini diproduksi oleh perusahaan tegel Alfred Regout, dari Maastricht, Belanda. Kini saya mengerti apa yang mereka --kari kecingkul-- maksud, yaitu tentang bagaimana memperlakukan masa lalu, sebagai cermin di hari ini.


Dokumentasi oleh IGA Art Kalisat

Tegel-tegel kuno mirip tahu ini adalah saksi bisu kejayaan ekonomi khususnya bidang perkebunan, dan transportasi di Kalisat. Ia juga saksi yang tak mampu bicara atas kekejaman tentara Belanda terhadap penduduk Indonesia di masa Agresi Militer. Hingga pada 17 Januari 1969, Tuan Joop Hueting menguak kekejaman itu pada --terutama-- generasi muda di Belanda.

Hari ini 68 tahun yang lalu, pasukan Belanda berhasil menguasai wilayah Jember. Tak lama kemudian drama penyiksaan itu pun terjadi, seperti yang dituturkan Joop Hueting.

"Sebuah stasiun kecil di Kalisat, mereka menyiksa seorang pejuang kemerdekaan yang gigih, sangat gigih. Mereka menggantungnya dalam keadaan terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah, disiksa sedemikian rupa, lalu dijatuhkan beberapa kali dari ketinggian hingga kepalanya pecah."

Tegel penuh cerita. Tak heran jika tahun lalu Erasmus Huis --pusat kebudayaan Belanda di Jakarta-- memberi tantangan kepada Vinora Ng dan Toton untuk membangkitkan kembali memori budaya Belanda lewat Revival of Tegel Belanda. Mereka menghadirkan kembali kecantikan tegel-tegel itu lewat rancangan busana. Ide unik, saya suka.

Kini tegel kuning muda yang berbentuk mirip tahu itu telah tak ada lagi di stasiun Kalisat. Namun segelintir pemudanya mencoba menyimpan itu dalam sebuah ruang, mirip museum mini. Mereka belajar sejarah sambil berupaya menyelamatkan kepingan saksi bisu. Salut untuk teman-teman Kalisat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudut Kalisat © 2014