Jumat, 01 Januari 2016

IKL dan Pameran Foto Yang Tertunda

Jumat, 01 Januari 2016
Sejak muncul ide pembuatan pameran foto Kalisat tempo Dulu, kami semakin sering berkumpul. Sekali tempo, saya dan istri datang berkunjung ke rumah Mas Krisna Kurniawan untuk mendengar para musisi IKL --Ikatan Keluarga Lorstkal-- latihan. Senang bisa mendengar mereka bernyanyi. Mereka tidak sedang latihan di studio musik, melainkan di dapur rumah Mas Krisna. Mbak Niken, istri Mas Krisna, ia selalu membuatkan kami kopi.


Konser mini di dapur rumah Mas Krisna, 7 Desember 2015

Jadi begini. Kami akan membuat acara mini, pameran foto Kalisat Tempo Dulu, bertempat di sebuah kedai di seberang stasiun Kalisat. Ia bernama Kedai Doeloe. Pameran tersebut, selain menampilkan foto-foto Kalisat jadul tentunya, ia juga hendak diiringi oleh musik akustik sebagai soundtrack acara. IKL dengan senang hati mendukung acara sederhana dan patungan ini. Mereka akan tampil. Band lain yang bersedia adalah BORJIGUN, digawangi oleh Mas Asep, warga Kalisat.

Acara tersebut sedianya hendak dilaksanakan pada 26-27 Desember 2015. Jadi di hari-hari sebelum hari H, dua band tersebut --IKL dan BORJIGUN-- sering sekali berlatih di dapur rumah Mas Krisna. Namun sayang sekali, karena beberapa pertimbangan, kami lebih memilih untuk menunda acara tersebut dan menggantinya di waktu yang lain, yaitu pada 16-17 Januari 2016. Adapun mengenai konsep dan lokasinya masih sama.

Tawaran dari CV. Jawa Dwipa

Mendekati malam pergantian kalender masehi, tepatnya pada 21 Desember 2015, teman-teman IKL dan BORJIGUN ada tawaran dari Mas Bajil atas nama CV. Jawa Dwipa. Mereka dimintai tolong untuk tampil di acara malam tahun baru, di desa Cumedak kecamatan Sumber Jambe, Jember. Jadi, si empunya CV. Jawa Dwipa ingin bikin acara pada 31 Desember 2015 hingga malam pergantian tahun. Perusahaan yang bergerak di bidang beras, dengan merek dagang andalannya Padi Mas dan Padi Udang ini ingin menghibur para buruh beserta keluarganya dengan mengadakan serangkaian acara. Dimulai sore hari, lomba-lomba. Lalu acara di malam hari adalah ramah tamah dan hiburan.

Mulanya teman-teman IKL yang diwakili Mas Krisna sangsi, apakah lagu-lagu yang dibawakan IKL akan bisa diterima di sana? Bukan masalah apa, Mas Krisna mungkin menghitungnya dari sisi kebiasaan warga di sana dalam melahap lagu-lagu kesukaan. "Nah, nek misale dangdut, baru cocok Mas!" Namun saat itu Mas Bajil bilang, tidak apa-apa. Setelahnya, IKL dan Mas Asep mulai bikin konsep lagu untuk dinyanyikan di depan keluarga buruh beras di desa Cumedak.


Ketika IKL latihan di dapur, 30 Desember 2015

Kabar mengejutkan datang pada 30 Desember 2015, ketika Mas Beni Satria (gitaris Flash Band) juga turut bergabung di konser mini --sebutan kami ketika IKL latihan di dapur rumah Mas Krisna. Dia juga mengabarkan jika akan turut bermain di Cumedak.

Singkat cerita, mereka pun tampil di acara CV. Jawa Dwipa, di desa Cumedak. Saya turut hadir bersama mereka. Di Fun Page SUDUT KALISAT, saya menulis seperti ini.


Saya tentu senang bisa menikmati alunan nada dari para musisi IKL --Ikatan Keluarga Lorskal-- di sebuah gudang beras di kecamatan Sumber Jambe, tepatnya di CV. Jawa Dwipa. Mereka memainkan lagu-lagu yang berbeda, di sebuah komunitas yang jauh dari kultur lagu itu.

Tanpa 'sound man' dan dengan kondisi sound system tidak prima, toh mereka tetap bernyanyi. Tetap riang.

"Mulanya kami sangsi, apakah musik yang kami bawakan cocok dengan kondisi di sana? Namun kata Mas Bajil selaku penanggungjawab acara, tidak ada masalah. Maka kami berdendang," ujar Mas Krisna.

Menikmati pergantian kalender bersama IKL adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya dan istri, meski tubuh saya sedang kurang fit.

Terima kasih. Selamat menyambut 2016




Selamat Tahun Baru. Dokumentasi, 1 Januari 2016


Ketika IKL bermain di panggung (di dalam gudang beras CV. Jawa Dwipa, di lapangan yang biasa digunakan untuk menjemur gabah) meskipun dengan sound system seadanya dan trouble di sana-sini, namun dapat saya rasakan jika mereka tampil dengan riang. Tampilan selanjutnya, Borjigun, yang hanya tampil dua lagu, dapat pula saya rasakan hal yang sama. Bahkan meskipun beberapa penonton telah berteriak memanggil-manggil nama DJ yang hendak tampil di penghujung acara, Mas Asep tetap bernyanyi. Semakin salut dengan mereka.

***

Teman-teman, jika Anda datang ke Kalisat dari arah Jember Kota, ketika memasuki lingkaran atau alun-alun mini, Anda akan disambut dengan lagu-lagu yang diputar oleh kios penjual kaset. Mereka senang sekali memutar lagu dangdut, India, serta Banyuwangi-an. Ini wajar, sebab Kalisat adalah wilayah agraria. Ia tumbuh seiring pesatnya kemajuan kapital perkebunan, di akhir abad XIX masehi.

Sebagaimana wilayah agraris pada umumnya, masyarakat yang ada di dalamnya menyukai nada-nada rancak. Musik Patrol/Kentongan misalnya. Lagu lain yang disukai adalah irama lembut dengan lirik kerinduan. Ia berbeda dengan rancak dan lembutnya musik pesisiran, yang kiranya lebih berani dan lebih terbuka pada aliran musik baru.

Namun Kalisat tak hanya tentang musik rancak dan atau irama yang mendayu. Ia juga menyukai genre underground rock, yang oleh banyak pengamat musik, dikolomkan secara membabi buta sebagai musik 'Barat.' Tentu ada kaidah sejarah yang bisa menjelaskan mengenai kenapa Kalisat (yang berlatar agraris) kaya akan aliran musik, serta bertaburan musisi, meskipun mereka lebih memilih untuk 'bersembunyi' dan tak terdeteksi oleh massa, kecuali hanya beberapa orang saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudut Kalisat © 2014